Dilema Seorang Pengelola Jurnal Ilmiah, Antara Maju atau Jalan Ditempat

Dunia akademik tidak luput dengan yang namanya karya ilmiah, salah satu yang menjadi kata kunci adalah Publikasi Ilmiah pada Jurnal Nasional/ Internasional. Pemerintah menginisiasi jurnal-jurnal di Indonesia untuk selalu berbenah menuju kualitas yang pada akhirnya akan diakreditasi oleh Kementerian yang diberi nama yaitu SINTA atau Science and Technology Index. Harapan dari seluruh kalangan/ stakeholder terkait dengan Publikasi Ilmiah ini juga dirasakan oleh Pengelola Jurnal di Indonesia, betapa tidak jika semua jurnal di Indonesia terkareditasi dan bagus, maka kedepan akademisi tidak akan tergantung lagi dengan yang namanya Scopus.

Saat ini Scopus masih menjadi primadona dikalangan akademisi dan menjadi syarat wajib untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional. Persyaratan ini menjadi suatu kewajiban jika seorang akademisi ingin mencapai jenjang Lektor Kepala dan Guru Besar (Profesor). Hal ini terntunya menjadi momok tersendiri bagi orang-orang yang masih anti terhadap scopus, atau minimal orang-orang yang belum bisa publikasi di level internasional terindex scopus.

Angan-angan pemerintah untuk menjadikan jurnal nasional menjadi pengganti scopus menjadi angin segar bagi banyak kalangan, sebab masuk kedalam jurnal nasional tidak sesulit/ serumit/ sesusah masuk jurnal internasional apalagi terindex scopus. Oleh karena itu, seluruh pengelola jurnal diberikan pelatihan/ tutorial dan coaching untuk memajukan jurnalnya. Tidak sedikit Perguruan Tinggi menggelontorkan anggran besar untuk kegiatan tersebut.

Namun, sepertinya tak seindah durian runtuh yang nikmat dan harum ketika sudah dibelah. Dilema pengelola jurnal ilmiah yang sampai sekarang paling besar adalah Menjaga Kualitas jurnal tersebut. Sumber Daya telah dikerahkan dan waktu sudah dikorbankan namun antara Hidup atau Setengan Hidup menghadapi banyak penulis yang dirasa masih belum bisa menjaga amanah sebagai seorang akademisi sejati. Mengapa demikian? jawabannya adalah Instan dan Mudah adalah satu jalan ninja (mungkin menurutnya).

Point penting yang perlu kita simpulkan bersama dari runtunan berikut ini:

  1. Banyak Statement: Jurnal di Indonesia Harus Bagus dan Berkualitas.
  2. Permasalahannya: ketika direview dengan baik, benar, sesuai masukan dari pakar bidang keilmuan, sesuai kaidah/ dan yang seharusnya maka banyak penulis tidak mengembalikan paper yang sudah direview tersebut.
  3. Alasan tidak mengembalikan: Reviewnya terlalu banyak, reviewnya kok detail kali, reviewnya hampir setengah dari jumlah halaman paper, reviewnya emang gak bisa yang ringan-ringan saja dan banyak alasan lain.
  4. Akhirnya: paper yang sudah direview tidak dikembalikan dan kemudian dimasukkan ke jurnal yang Pagi Submit, Siang Accepted dan Sore Publish cukup dengan membayar 500.000.
  5. Terus: Balik lagi ke point (1)

Selamat menikmati jurnal berkualitas tinggi, makanya (mungkin) pemerintah menimbang ratusan kali terkait dengan penghapusan jurnal internasional sebagai syarat utama untuk kenaikan pangkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *